Jumat, 03 Juli 2009 | By: Togetherness

hadits maudhu'

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam yang pokok banyak mengandung ayat-ayat yang bersifat mujmal, mutlak dan ‘am. Oleh karena itu kehadiran Hadits berfungsi untuk “Tabyin wa Taudhid” terhadap ayat-ayat tersebut. Tanpa kehadiran Hadits umat Islam tidak mampu menangkap dan merealisasikan hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an secara mendalam. Ini menunjukkan Hadits menduduki posisi yang sangat penting dalam literatur sumber hukum Islam.

Meskipun Hadits mempunyai fungsi dan kedudukan begitu besar sebagai sumber ajaran setelah Al-Qur’an, namun sebagaimana telah disebutkan, pada awal Islam tidak ditulis secara resmi sebagaimana Al-Qur’an kecuali penulisan-penulisan yang bersifat pribadi. Upaya penulisan resmi ini baru terlaksana setelah masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz (abad ke-2 H) melalui perintahnya kepada Gubernur dan bahkan kepada ulama.

Kesenjangan waktu antara sepeninggal Rasul SAW. dengan waktu pembukaan Hadits (yang hampir 1 abad) merupakan kesempatan bagi orang-orang atau kelompok tertentu untuk melakukan pemalsuan Hadits, baik untuk tujuan yang menurut maka bersifat “konstruktif” (dengan tujuan untuk meningkatkan kegiatan ibadah serta amal-amal lainnya) maupun yang deskriptif (yang sengaja untuk mengaburkan dan menodai ajaran) dengan mengatasnamakan Rasul SAW. yang padahal beliau tidak pernah mengatakan atau melakukan. Dengan kata lain mereka membuat Hadits Maudlu'.

B. Rumusan-Rumusan Masalah

  1. Apakah pengertian Hadits Maudlu' itu ?
  2. Kapankah awal mula adanya Hadits Maudlu' dan apakah faktor yang melatarbelakanginya ?
  3. Bagaimanakah kriteria kepalsuannya suatu Hadits Maudlu' dan contohnya ?
  4. Apakah usaha-usaha para ulama dalam memberantas kepalsuan ?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Hadits Maudlu'

Kata maudlu’ adalah isim maf’ul dari وضع – يضع – وضعا yang menurut bahasa berarti الإسقاط (meletakkan atau menyimpan), الإفتراء الإختلاف (mengada-ada atau membuat-buat) dan الترك اى المتروك (ditinggalkan).

Sedangkan secara terminologis, Hadits Maudlu' didefinisikan sebagai berikut:

ما نسب إلى رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إختلافا و كذبا ممّا لم يقله أو يفعله أو يقره

“Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW. secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan, melakukan atau menetapkannya.”

Ada juga yang mengatakan bahwa Hadits Maudlu' ialah:

هو المختلع المصنوع المنصوب إلى رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زورا و بهتانا سواء كان ذلك عمدا ام خطاء

“Hadits yang diciptakan serta dibuat oleh seorang (pendusta) yang ciptaan itu dibangsakan kepada Rasulullah SAW. secara palsu dan dusta baik hal itu disengaja maupun tidak.”

Jadi dengan adanya pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa Hadits Maudlu' bukan Hadits yang bersumber dari Rasulullah SAW. akan tetapi suatu perkataan atau perbuatan seseorang atau dari pihak tertentu yang alasan kemudian dinisbatkan pada Rasulullah SAW.[1]

2.2.1. Awal Munculnya Suatu Hadits Maudlu'

Para ulama berbeda pendapat tentang kapan mulai terjadinya pemalsuan Hadits. Berikut akan dikemukakan pendapat mereka.

1. Menurut Ahmad Amin bahwa Hadits Maudlu' terjadi sejak masa Rasulullah SAW. masih hidup. Alasan yang dijadikan argumentasi adalah sabda Rasulullah SAW.:

فمن كذب عليّ متعمدا فليتبوّأ مقعده فى النار

“Barangsiapa yang secara sengaja berdusta kepadaku maka hendaknya dia mengambil tempat di neraka.”

Menurutnya dengan dikeluarkannya sabda tersebut, Rasulullah SAW. mengira telah ada pihak-pihak yang ingin berbuat bohong pada dirinya. Oleh karena itu, Hadits tersebut merupakan respon terhadap fenomena yang ada saat itu yang berarti menggambarkan bahwa kemungkinan besar pada zaman Rasulullah SAW. telah terjadi pemalsuan Hadits. Sehingga Rasulullah SAW. mengancam kepada para pihak yang membuat Hadits palsu.[2]

Ahmad Amin juga memaparkan satu Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwasannya suatu waktu Basyir al-Adwy menemui Ibn Abbas kemudian mereka berbincang-bincang dan Basyir berkata: “Telah bersabda Rasulullah SAW. ....”. Akan tetapi Ibnu Abbas mengacuhkan hadistnya dan tak memperhatikan apa yang dikatakan.

Dalam hal ini dijelaskan bahwa ketika Basyir ingin menyampaikan sabda Rasulullah SAW., maka ia akan segera ke sana. Dan jika orang tersebut tidak bisa menjangkau kebenaran maka ia tidak akan ada periwayatan kecuali memang benar-benar sudah tahu. Ahmad Amin juga memaparkan bahwa semenjak Islam mulai meluas ke berbagai daerah dan berbondong-bondong masuk Islam maka sebenarnya dari situlah potensi melakukan pemalsuan Hadits.[3]

2. Shalhah ad-Din ad-Dabi mengatakan bahwa pemalsuan Hadits berkenaan dengan masalah keduniawian telah terjadi pada masa Rasulullah SAW.

Alasannya adalah Hadits at-Tahawi dan at-Tabrani, dalam kedua Hadits tersebut dinyatakan bahwa pada masa Nabi ada seseorang telah membuat berita bohong dengan mengatasnamakan Nabi. Ia mengaku telah diberi wewenang oleh Nabi untuk menyelesaikan suatu masalah yang terjadi pada suatu kelompok masyarakat di sekitar Madinah. Kemudian dia melamar seorang gadis di daerah tersebut. Tetapi lamaran itu ditolak. Utusan dari masyarakat tersebut memberitahukan berita utusan yang dimaksud kepada Nabi. Ternyata Nabi tidak pernah menyuruh orang tersebut dan beliau lalu menyuruh sahabatnya untuk membunuh orang yang bohong seraya berpesan: “Apabila ternyata orang yang bersangkutan telah meninggal dunia, maka jasadnya harus dibakar”.

Hadits ini banyak yang diriwayatkan at-Tahawi (at-Tabrani) memiliki sanad yang lemah (dha'if), karena itu kedua riwayat tersebut tidak dapat dijadikan dalil.

3. Menurut Jumhur al-Muhadditsin.

Pemalsuan terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Menurut mereka, hadits-Hadits yang ada sejak zaman Nabi hingga sebelum terjadinya pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu'awiyah bin Abi Sufyan masih terhindar dari pemalsuan. Dengan demikian, jelaslah bahwa pada zaman Nabi, tidak mungkin ada pemalsuan Hadits. Demikian pula pada masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan. Hal ini dapat dibuktikan dari kegigihan, kehati-hatian, dan kewaspadaan mereka terhadap Hadits.

Pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib mulai terjadi pemalsuan. Pada masa tersebut telah terjadi perpecahan politik antara golongan Ali dan pendukung Mu'awiyah. Upaya ishlah dan tahkim tidak mampu meredam pertentangan mereka. Bahkan semakin menambah ruwetnya masalah dengan keluarganya sebagai pengikut Ali (Khawarij) dan membentuk kelompok sendiri. Golongan yang terakhir ini kemudian tidak hanya memusuhi Ali tetapi juga Mu'awiyah.

Masing-masing golongan, selain berusaha mengalahkan lawannya, juga berupaya mempengaruhi orang-orang yang tidak berada dalam perpecahan. Salah satu cara yang mereka tempuh ialah dengan membuat Hadits palsu. Dalam sejarah dikatakan bahwa yang pertama-tama membuat Hadits palsu adalah golongan Syi'ah.[4]

2.2.2. Faktor-faktor yang melatarbelakangi

Pemalsuan Hadits tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Islam, akan tetapi juga oleh orang-orang non Islam yang berusaha mencemarkan Hadits sebagai sumber ajaran Islam. Dari kalangan Islam sendiri, menurut para ulama, yang mula-mula membuat Hadits semacam ini ialah golongan Syi'ah. Kegiatan yang pengaruhnya sangat jelas pada banyaknya hadits-Hadits ini untuk kepentingan mereka, serta bermunculannya hadits-Hadits palsu yang lainnya dari pihak lawannya.[5]

Adapun beberapa motif pendorong bagi mereka untuk pembuatan Hadits palsu antara lain:

1) Pertentangan politik

Perpecahan umat Islam yang diakibatkan politik yang terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib besar sekali pengaruhnya terhadap perpecahan umat ke dalam beberapa golongan dan kemunculan Hadits-Hadits palsu. Masing-masing golongan berusaha mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-orang dengan membawa-bawa Al-Qur’an dan al-Hadits.

Konflik-konflik politik telah menyeret permasalahan agama masuk kedalamnya dan membawa pengaruh juga pada madzhab-madzhab keaamaan. Karena persaingan untuk menonjolkan kelompok mereka masing-masing, maka ketika mencari dalil dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah tidak ada, mereka membuat pernyataan-pernyataan yang disandarkan pada Nabi SAW. Dari sinilah Hadits palsu berkembang. Materi Hadits pertama tentang keunggulan seseorang dan kelompoknya.

Menurut Ibnu Abi al-Haddad dalam “Syarah Nahi al-Balaghah”, sebagaimana dikutip Mustafa al-Siba'i yang pertama membuat adalah kelompok Ibn al-Mubarak mengatakan:

الدّين لأهل الحديث و الكلام و الخيل لأهل الرأيى و الكذب للرافضة

“Agama untuk ahli Hadits, percakapan dan menghayal untuk ahli ra’yi dan kebohongan itu untuk golongan Rafidah.”

Hammad bin Salamah pernah meriwayatkan bahwa ada seorang Rafidah berkata: “Sekiranya kita pandang baik maka kita jadikan Hadits.” Imam Syafi'i juga pernah berkata: “Bahwa ia tidak melihat pemuas hawa nafsu yang melebihi sekte Rafidah dalam membuat Hadits palsu.

Contoh Hadits palsu golongan Syi'ah antara lain:

يا على ان الله غفور لك و الذريتك و لوالديك و لأهلك و لشيعتك و لمحبى شيعتك

“Wahai Ali sesungguhnya Allah SWT. mengampunimu, keturunanmu, kedua orang tuamu, keluargamu, golongan Syi'ahmu dan orang-orang yang mencintai golongan Syi'ahmu.”

Golongan Mu'awiyah juga membuat:

الأمناء ثلاثة أنا و جبريل و معاوية انت منىّ يا معاوية و انا منك

“Tiga golongan yang dapat dipercaya yaitu saya (Rasul), Jibril dan Mu'awiyah. Kamu termasuk golonganku dan aku bagianmu.”

Sedang golongan Khawarij menurut sejarah tidak pernah membuat Hadits palsu.

2) Usaha kaum Zindik

Kaum Zinik adalah golongan yang membenci Islam baik sebagai agama ataupun dasar pemerintahan. Mereka tidak dapat melampiaskan kebenciannya melalui pemalsuan Al-Qur’an akan tetapi melalui pemalsuan Hadits.

Abd al-Karim ibn Aur di hukum mati oleh muahmmad bin Sulaiman bin Ali karena ia telah membuat Hadits palsu sebanyak 4.000 Hadits. Seorang Zindik mengaku, ia juga membuat ratusan ribu Hadits palsu. Hadits yang dibuat kaum Zindik kata Hammad, berjumlah 12.000 Hadits.

Contoh Hadits yang dibuat kaum Zindik:

النظرة الى الوجه الجميل صدقة

“Melihat wajah cantik termasuk ibadah.”

3) Fanatik terhadap bangsa, suku, bahasa, negeri dan pimpinan

Mereka membuah Hadits palsu karena didorong oleh skap ego dan fanatik buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok atau yang lain. Golongan al-Syuubiyah yang fanatik terhadap bahasa Persi mengatakan:

إن الله إذا غضب أنزل الوحي بالعربية و إذا رضى أنزل الوحى بالفارسيّة

“Apabila Allah murka, maka Dia menurunkan wahyu dengan bahasa Arab, apabila senang maka akan menurunkannya dengan bahasa Persi,”

Sebaliknya, orang Arab yang fanatik terhadap bahasanya mengatakan:

إن الله إذا غضب أنزل الوحى بالفارسيّة و إذا رضى أنزل الوحى بالعربية

“Apabila Allah murka, menurunkan wahyu dengan bahasa Persi dan apabila senang menurunkan dengan bahasa Arab.”

Golongan yang fanatik kepada madzhab Abu Hanifah pernah membuat Hadits palsu. “Di kemudian hari akan ada seseorang umatku yang bernama Abu Hanifah bin NU’man. Ia ibarat obor bagi umatku.”

Demikian pula golongan yang fanatik menentang Imam Syafi'i membuat Hadits palsu. Seperti “Di kemudian hari akan ada seseorang umatku yang bernama Muhammad bin Idris. Ia akan lebih menimbulkan madharat kepada umatku daripada iblis.”

4) Mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan nasihat

Mereka melakukan pemalsuan hadits ini guna memperoleh simpatik dari pendengarnya dan agar mereka kagum melihat kemampuannya. Hadits yang mereka katakan terlalu berlebih-lebihan dan tidak masuk akal. Sebagai contoh dapat dilihat pada berikut:

من قال لا اله الاّ الله خلق الله من كل كلمة طائرا منقاره من ذهب وريشه من جان

“Barangsiapa yang mengucapkan kalimat Allah akan menciptakan seekor burung (sebagai balasan dari tiap-tiap kalimat) yang paruhnya terdiri dari emas dan bulunya dari marjan.”

Imam al-Suyuti mengatakan: “Salah seorang pawang yang berkediaman di Baghdad menafsirkan firman Allah SWT.:

عسى أن يبعثك مقاما محمودا ( الإسراء : 17 / 79 )

Dengan arti:

“Nabi duduk bersanding dengan Allah di atas Arasy-Nya.” Riwayat ini sampai kepada Muhammad bin Jarir al-Thabary dan beliau menjadi marah karenanya. Untuk menunjukkan kemarahannya beliau menulis pada pintu rumahnya. “Maha suci Allah tidak memerlukan teman yang baik dan tidak pula seorang pun yang duduk menemaninya di Arsy-Nya.”

Ayub al-Ikhtiyar memberikan komentar terhadap akibat dari pengaruh para tukang cerita dalam merusak Hadits:

ما أفسد على الناس حديثهم

“Tiada sejelek-jeleknya pembicaraan kecuali (yang berasal) dari tukang cerita.”

5) Perselisihan madzhab dan ilmu kalam

Munculnya hadits-Hadits palsu dalam masalah fiqih dan ilmu kalam ini berasal dari para pengikut madzhab. Mereka berani melakukan pemalsuan Hadits didorong sifat fanatik dan ingin menguatkan madzhabnya masing-masing.

Di antara hadits-hadits palsu tentang masalah ini adalah:

- Siapa yang mengangkat kedua tangannya dalam shalat maka shalatnya tidak sah.

- Jibril menjadi imamku dalam shalat di Ka'bah. Ia (Jibril) membaca basmalah dengan nyaring.

- Yang junub wajib berkumur dengan menghisap air tiga kali

- Semua yang ada di bumi dan langit serta di antara keduanya adalah makhluk, kecuali Allah dan Al-Qur’an. Barangsiapa yang mengatakan Al-Qur’an itu makhluk maka niscaya ia kufur kepada Allah yang Maha Agung dan saat itu pula jatuhlah talak kepada isterinya.

6) Membangkitkan gairah beribadah, tanpa mengerti apa yang dilakukan

Banyak di antara kaum ulama yang membuat Hadits palsu dari dan bahkan mengira usahanya itu benar dan merupakan upaya pendekatan diri kepada Allah, serta menjunjung tinggi agama-Nya.

Mereka menyatakan: “Kami berdosa semata-mata untuk menjunjung tinggi nama Rasulullah dan bukan sebaliknya.” Seperti membaca surat-surat tertentu dalam Al-Qur’an, tentang keutamaan wirid dengan maksud memperluas kalbu manusia, dan lain-lain.

7) Menjilat penguasa

Ghiyar bin Ibrahim merupakan tokoh yang banyak ditulis dalam kitab Hadits sebagai pemalsu Hadits tentang “perlombaan”. Matan asli sabda Rasulullah berbunyi:

لا سبق ألاّ فى فصل او حف

Kemudian Ghiyar menambah kata اوجناح dalam akhir Hadits tersebut dengan maksud agar diberi hadiah oleh khalifah al-Mahdi. Lalu khalifah memberikan hadiah 10.000 dirham namun Qiyas hendak pergi, al-Mahdi menegur “Aku yakin itu semua sebenarnya merupakan dusta atas nama Rasulullah SAW.”[6]

Beberapa motif pembuatan Hadits palsu di atas dapat dikelompokkan menjadi:

- Ada yang sengaja

- Ada yang tidak sengaja merusak agama

- Ada yang karena merasa yakin bahwa membuat Hadits palsu diperbolehkan

- Ada yang karena tidak tahu gila dirinya membuat Hadits palsu.

Tujuan mereka membuat hadits palsu ada yang positif dan ada juga yang negatif. Apapun alasannya ditegaskan bahwa membuat Hadits Maudlu' merupakan tercela dan menyesatkan, dengan sabda Rasulullah:

فمن كذب عليّ متعمداً فليتبوّاء مقعده من النار[7]

2.2.3. Kriteria Kepalsuan Suatu Hadits

Sebagaimana para ulama menciptakan kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan untuk mengetahui sahih, hasan atau dha'ifnya suatu Hadits, mereka juga menentukan ciri-ciri untuk mengetahui kemaudlu’an suatu Hadits. Ditentukan ciri-cirinya terdapat pada matan dan sanadnya antara lain sebagai berikut:

a. Ciri yang ada pada sanad

1) Pengakuan dari si pembuat sendiri, sebagai pengakuan seorang guru tasawuf ketika ditanya keutamaan ayat Al-Qur’an menjawab:

لم يحدثنى احد ، و لكن رأينا الناس قد رغبوا عن القرآن فوضعنا لهم هذا الحيث ليصرفوا قلوبهم إلى القرآن

“Tidak ada seorang pun yang meriwayatkan Hadits padaku, akan tetapi serentak kami melihat manusia-manusia sama membenci Al-Qur’an. Kami ciptakan untuk mereka Hadits ini (tentang keutamaan ayat-ayat Al-Qur’an), agar mereka menaruh perhatian untuk mencintai Al-Qur’an.”

Pengakuan seorang rawi menurut Ibnu Daqiqi belum dapat dipastikan me-maudlu’-kan suatu Hadits, karena mungkin sekali si rawi itu bohong dalam pengakuannya.

2) Qarinah-qarinah yang memperkuat adanya pengakuan membuat Hadits Maudlu'

Seperti yang dilakukan Qiyas bin Ibrahim kepada al-Mahdi:

لا سبق إلاّ نصل او خفّ او حافر او جناح

“Tidak sah perlombaan selain: mengadu anak panah, mengadu unta dan mengadu kuda atau burung.”

Ia menambah “burung” untuk membenarkan tindakan al-Mahdy yang pada saat itu mengadu burung.

b. Ciri yang ada pada matan

1) Dari segi makna, antara lain bertentangan dengan Al-Qur’an, Hadits mutawattir, dan ijma' dan dengan logika yang sehat.

Contoh yang bertentangan dengan Al-Qur’an:

ولد الزنا لا يدخل الجنة الى سبعة ابناء

“Anak zina itu tidak dapat masuk surga sampai tujuh keturunan.”

Makna Hadits ini bertentangan dengan Al-Qur’an surat al-An’am: 164:

و لا تزر وازرة وزر أخرى

“Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”

Contoh yang bertentangan dengan Hadits Mutawattir:

و إن كل من يسمّى لهذه الأسماء ( محمد و احمد ) لا يدخل النار

“Bahwa setiap orang dinamakan dengan nama-nama (Muhammad, Ahmad atau semisalnya) ini tidak akan masuk neraka.”

Hadits tersebut bertentangan dengan sunnah-Sunnah Rasulullah SAW. yang menerangkan bahwa neraka itu tidak dapat ditembus dengan nama-nama tersebut akan tetapi keselamatan dari neraka karena keimanan dan amal saleh.


Contoh yang bertentangan dengan ijma':

“Bahwa Rasulullah tidak menetapkan (menunjuk) seorang penggati sesudah beliau meninggal dunia.”

2) Dari segi lafadz yang berlebih-lebihan.

Contohnya:

لقمة فى بطن جائع أفضل من بناء الف جائع

“Sesuap makanan di perut si lapar adalah lebih baik daripada membangun seribu masjid jami’”.

c. Dari sumber yang diriwayatkannya

Para pembuat Hadits Maudlu' dalam menjalankan tugas-tugasnya, kadang-kadang mengambil dari pikiran sendiri semata-mata dan kadang-kadang menukil dari perkataan orang-orang yang dipandang alim pada waktu itu atau perkataan orang alim mutaqaddimin. Misalnya Hadits Maudlu' yang dinukil dari perkataan orang-orang mutaqaddimin:

حبّ الدنيا رأس كل خطيئة

“Cinta keduniaan ialah modal kesalahan”.

Perkataan ini sesungguhnya adalah perkataan Malik bin Dinar. Tetapi oleh pembuatan Hadits Maudlu' dibangsakan (didakwakan) kepada sabda Nabi Muhammad SAW.[8]

2.2.4. Kumpulan contoh Hadits Maudlu' dan sebabnya

1) إذا صدقت المحبة سقطت شروط الأدب

“Cinta keduniaan ialah modal kesalahan.”

Keterangan : Perkatan ini, orang kataan sebagai hadits Nabi padahal sebenarnya ucapan Junaid.

2) إن القمر دخل فى جيب صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ و فرج من كمّه

“Sesungguhnya bulan pernah masuk dalam saku baju Nabi SAW. dan keluar dari tangan bajunya.”

Keterangan:

- Tidak termasuk sabda Nabi

- Sering dipakai tukang cerita untuk menceritakan perjalanan mauled Nabi, dengan maksud orang tertarik mendengar ceritanya.

- Perasaan atau keyakinan kata mesti mendustakan isinya karena dapat masuk dalam saku baju yang tidak beda dengan saku dan keluar dari lubang tangan yang besar sudah kita maklumi.

3) الأرض على صخرة و الصخرة على قرن ثور فإذا حرّك الثور قرنه تحرّكت الصخرة

“Bumi terletak antara sebuah batu yang besar dan batu besar terletak atas tanduk seekor sapi; maka apabila sapi itu menggerakkan tanduknya, bergoyanglah pula batu besar itu.”

Keterangan:

- Bukan hadits Nabi

- Menurut pemeriksaan ahli alam, bahwa bumi kita ini, di sebelah luarnya diliputi oleh semacam udara. Udara itulah yang menahan bumi dari sekalian penjurunya. Selain dari itu tidak ada yang lain lagi isi hadits tersebut bertentangan dengan penyaksian ilmu.

- Dari kata-kata “apabila batu itu bergerak maka bergeraklah semua”, dengan kata lain hancur juga, tidak terjadi karena apabila bumi ini gempa pada satu sisinya maka tidak akan di lain tempat akan ikut gempa.

4) Hadits yang menyatakan bahwa umur dunia ini 7.000 tahun dan .....

يسئلونك عن الساعة أيّان مرسها قل إنما علمها عند ربّى

Keterangan:

- Hadits itu memberi arti bahwa Nabi dan juga kita, berarti diketahui waktu hari kiamat. Hal ini bertentangan dengan Al-Qur’an surat al-A’raf 187:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي (١٨٧)

“Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku."[9]

2.2.5. Usaha para ulama memberantas sebuah hadits

1) Mengisnadkan hadits

Meminta sanad kepada mereka yang menyampaikan hadits dan akhirnya menetapkan sanad suatu hadits. Sebab sanad bagi hadits bagaikan nasab bagi seseorang. Setelah itu diteliti sanadnya kalau terdiri dari ahli Sunnah diambil jika ahli bid’ah ditolak.

2) Meningkatkan perlawatan mencari hadits

Dengan cara meningkatkan perlawatan mencari hadits dari suatu kota ke kota untuk menemui sahabat yang meriwayatkan hadits. Jika di dengar ada hadits dari selain sahabat mereka mencari sahabat Rasulullah SAW. untuk memperkuatkannya.

3) Mengambil tindakan kepada para pemalsu hadits

Mereka menupas para pemalsu dan melarang mereka meriwayatkan hadits dan menyerahkan pada penguasa.

4) Menjelaskan tingkah laku perawi

Dengan cara demikian perawi-perawi dijelaskan biografinya, tingkah laku, kelahiran, kematian, keadilan dan daya ingatnya.

5) Membuat ketentuan-ketentuan umum tentang klasifikasi hadits

Membuat ketentuan dan syarat-syarat bagi hadits shahih, hasan dan dha'if.

6) Membuat ketentuan-ketentuan untuk mengetahui ciri-ciri Hadits Maudlu’

Mereka membuat ketentuan mengenai tanda-tanda Hadits Maudlu’ baik ciri y ada pada sanad maupun matan.[10]


BAB III

KESIMPULAN

Ø Hadits Maudlu’ menurut bahasa adalah meletakkan atau menyimpan, mengada-ada, ditinggalkan.

Menurut istilah adalah: Bukan hadits dari Rasulullah SAW. akan tetapi suatu perkataan atau perbuatan seseorang dari pihak tertentu yang alasannya dinisbatkan pada Rasulullah SAW.

Ø Awal muncul Hadits Maudlu’

Ada 3 pendapat diantaranya yaitu:

- Ahmad Amin mengatakan Hadits Maudlu’ terjadi pada masa Rasulullah SAW.

- Shalhah ad-Din ad-Dabi mengatakan pemalsuan hadits berkenaan dengan masalah keduniawian pada masa Rasulullah

- Al-Muhaddisin mengatakan Hadits Maudlu’ terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.

Ø Faktor yang melatarbelakangi antara lain:

1) Pertentangan politik

Sejak zaman khalifah Ali bin Abi Thalib terjadi perpecahan golongan, oleh karena itu, setiap golongan membuat hadits palsu untuk memperkuat golongan mereka.

2) Usaha kaum zindik meruntuhkan Islam

3) Fanatik terhadap bangsa, suku, bahasa, negeri dan pemimpin

4) Mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan nasehat

5) Perselisihan madzhab dan ilmu kalam

6) Membangkitkan gairah beribadah, tanpa mengerti apa yang dilakukan

7) Menjilat penguasa


Ø Kriteria kepalsuan dan contoh:

a. Pada sanad

1) Pengakuan dari pemalsu

2) Qarinah-qarinah yang memperkuat adanya pengakuan membuat Hadits Maudlu’

3) Qarinah-qarinah yang berpautan dengan tingkah laku

b. Pada matan

1) Segi makna ® bertentangan dengan Al-Qur’an, hadits mutawattir, dengan ijma' dan tidak logis

2) Segi lafal ® berlebih-lebihan

Contoh:

ولد الزنا لا يدخل الجنة الى سبعة ابناء

“Anak zina itu tidak dapat masuk surga sampai 7 keturunan.”

و إن كل من يسمّى لهذه الأسماء ( محمد و احمد ) لا يدخل النار

“Bahwa setiap orang dinamakan dengan nama-nama (Muhammad, Ahmad atau semisalnya) ini tidak akan masuk neraka.”

c. Sumber riwayatnya

1. Mengambil dari pikiran sendiri

2. Kadang-kadang menukil dari perkataan orang yang dipandang

Ø Usaha-usaha untuk mengatasi Hadits Maudlu’

1) Mengisnadkan hadits

2) Meningatkan perlawatan

3) Mengambil tindakan kepada para pemalsu

4) Menjelaskan perawinya

5) Membuat klasifikasi hadits

6) Membuat ketentuan untuk mengetahui ciri-ciri Hadits Maudlu’


DAFTAR PUSTAKA

- Ramuwijaya, Untung, 1996, Ilmu Hadis, Gaya Media Pratama, Jakarta.

- Mudasir, 2008, Ilmu Hadist, Pustaka Setia, Bandung.

- Suprapto, Munzier, 2002, Ilmu Hadist, PT. Raja Grafindo, Jakarta.

- Rahman, Fatchur, 1974, Ikhtisar Mustholahul Hadis, PT. Alma’rif, Bandung.

- Hasan, Qodhi, 1996, Ilmu Mustholah Hadist, CV. Diponegoro, Bandung.



[1] Untung Ramuwijaya, Ilmu Hadis, Gaya Media Pratama, Jakarta, hal 188-189

[2] Mudasir, Ilmu Hadist, Pustaka Setia, Bandung, hal 171

[3] Munzier Suprapto, , Ilmu Hadist, PT. Raja Grafindo, Jakarta, hal 178

[4] Mudasir, Op.Cit.,hal 172-173

[5] Untung Ramuwijaya, Op, Cit., hal 191

[6] Untung Ramuwijaya, Op, Cit., hal 191

[7] Munzier Suprapto, Ilmu hadis,PT. Raja Grafindo, Jakarta, hal 181-189

[8] Fatchur Rahman,, Ikhtisar Mustholahul Hadis, PT. Alma’rif, Bandung, hal 201-203

[9]Qodhi Hasan, Ilmu Mustholah Hadist,1996, CV. Diponegoro, Bandung, hal 124-125

[10] Fathcur Rahman, Op.Cit., hal 204

0 komentar:

Posting Komentar

komentari boz