BUDAYA PLAGIAT BLOGGING;SEBUAH KONTROVERSI MENGUNTUNGKAN ATAU MERUGIKAN BAGI INTELEKTUALITAS?
plagiat Hasil pemikiran adalah hasil yang dicapai dan diusahakan oleh seseorang atau lebih dengan kerja keras baik berupa abstraksi dan atau bisa diwujudkan/didayagunakan secara implementatif untuk mengeluarkan suatu gagasan atau ide kepada khalayak (sifatnya publikatif). Sebuah konsep dibangun, direncanakan, dibuat, disusun, dikronologikan dan dihasilkan agar konsklusi dari konsep itu bisa menjadi suatu karya cipta atau gagasan yang nantinya bisa dimanfaatkan penggunaanya secara sadar, manusiawi, dan dapat dipertanggungjawabkan. Proses dari suatu perumusan konsep inilah akan menjadi hasil pemikiran/ciptaan yang memberikan makna dan pemahaman tentang sesuatu sehingga dalam kerangka dialektis, tujuannya adalah menciptakan ide, membuat pertimbangan serta keputusan dalam hal suatu masalah dan terakhir, membuat refleksi dan metakognitif terhadap proses dan hasil yang dialami dan dicapai selama ini.
Sebuah karya hasil ciptaan manusia tentunya membutuhkan waktu, pemikiran, biaya, tenaga, dan kerja keras agar hasilnya bisa dihargai dan atau dipergunakan baik untuk kepentingan pribadinya ataupun untuk masyarakat (juga tak terkecuali untuk kepentingan tertentu). Seseorang berhak utk mengaplikasikan hasil karyanya yang dalam hal ini bisa kita sebut dengan hak cipta. Dasar fundamental hak ini adalah privatisasi dari pemegang/pencipta yang menghasilkan ciptaannya itu. Privatisasi dalam arti bahwa hak itu senantiasa melekat secara lahiriah pada diri si pencipta tentang apakah hasil dari kreativitas hak itu akan dipergunakan untuk kepentingan apa nantinya (tergantung manfaat/nilai ekonominya). Hak cipta ini juga merupakan obyek dari salah satu hak kekayaan intelektual yang diakui dan harus dilindungi. Hal ini tercermin secara eksplisit dalam Pasal 27 (2) Universal Declaration of Human Right Tahun 1948 yang ketentuannya adalah “Setiap orang memiliki hak untuk mendapat perlindungan (untuk kepentingan moral dan materi) yang diperoleh dari ciptaan ilmiah, kesusastraan atau artistik dalam hal dia sebagai pencipta”. Sejalan dengan itu, di Indonesia telah diatur secara jelas mengenai legitimasi hak cipta melalui UU No. 19 Tahun 2002. Di situ dijelaskan tentang definisi hak cipta:”hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (Pasal 1 butir 1). Melihat pelbagai aturan diatas, masalah perlindungan hak cipta ini tentunya yang patut dikritisi menurut saya selama ini bukan terletak pada ada atau tidaknya pelanggaran atas hak cipta tapi yang cukup mendasar adalah bagaimana perspektif penggunaan hak cipta atas nama intelektualitas itu dapat bermanfaat serta tidak merugikan baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Di sini meretas ada suatu kontroversi tentang timbulnya satu kata dalam realitas intelektual kita: Plagiatis atau plagiatis-me (budaya plagiat). Benarkah tindakan ini dapat dibenarkan atas nama intelektualitas?atau mungkin atas nama sosial/ekonomi/hukum?? Entahlah.
Berbicara tentang plagiat tentunya terlebih dahulu kita harus mengenal definisinya. Menurut Hoetomo (KBBI,2005), definisi plagiat adalah “mengambil atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya orang lain dan disiarkan (dipublikasikan) sebagai karangan atau pendapat dan sebagainya sendiri”. Dalam perspektif hukum positif kita, plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri/mengekspoitasi hasil karya orang lain tanpa seijin dari si pembuat ciptaannya itu. Plagiat dalam literatur/dunia pendidikan terjadi ketika seseorang mengaku atau memberi kesan bahwa ia adalah penulis asli suatu naskah yang ditulis orang lain, atau mengambil mentah-mentah dari tulisan atau karya orang lain atau karya sendiri (swaplagiatisme) secara keseluruhan atau sebagian, tanpa memberi sumber (Wikipedia.org). Lain pada itu dalam dunia seni, plagiat dapat dikatakan sebagai tindakan tercela dalam wilayah pengetahuan seni dan sastra. Ajib Rosidi dalam Kompas 26 Agustus 2006, mengatakan bahwa setidak-tidaknya arti dari plagiat adalah pengumuman sebuah karya pengetahuan atau seni oleh ilmuwan atau seniman ke publik atas seluruh atau sebagian besar besar karya orang lain, tanpa menyebutkan nama sang pengarang yang diambil karyanya. Sikap tindakan ini agar publik mengakui bahwa karya yang diambil sebagian atau seluruh karya orang lain itu sebagai karyanya. Dari berbagai definisi tersebut, kiranya bisa disimpulkan bahwa tindakan plagiat oleh plagiator adalah kegiatan atau tindakan mengambil, meniru, menjiplak serta mempublikasikan hasil ciptaan/karya orang lain (ilmuwan, pekerja seni, penulis dan sebagainya) tanpa adanya ijin dari berkepentingan demi tujuan-tujuan praktis yang ingin dicapai sehingga ini menimbulkan akibat baik berupa sanksi hukum (karena dianggap tindak pidana) maupun sanksi sosial (karena dianggap merusak intelektualitas serta moral di masyarakat). Banyak sekali kasus-kasus plagiat dewasa ini yang terjadi di Indonesia seperti kasus band D’Masiv karena dianggap menjiplak lagu orang lain (dalam seni musik), kasus negara Malasyia mencomot sebagian budaya nasional kita (batik misalnya), kasus seorang Guru Besar Unpad Bandung (dalam dunia pendidikan) dan masih banyak lagi kasus-kasus lainnya yang kiranya perlu manjadi renungan bersama buat bangsa ini ke depannya.
Dewasa ini seiring dengan kemajuan teknologi informasi di dunia cyber yang terus berkembang, kita tidak bisa memungkiri bahwa ternyata peran dan pengaruhnya telah memberikan saham yang besar buat dunia. Tak terkecuali di Indonesia, situs-situs seperti facebook, blogger, wordpress, twitter dan lain-lain telah menjadi media yang artikulatif bagi para penggunanya untuk memanfaatkan teknologi itu entah untuk keperluan menulis, berkomunikasi atau untuk keperluan yang lainnya. Hal inilah disadari atau tidak, saya melihat virus plagiat juga merasuk lewat media-media ini. Terkait dengan itulah, saya akan mencoba membatasi dengan menganalisa bagaimana prakteknya di dunia blogging (karena saya juga sebagai blogger pemula ^_^ ).
Istilah copy paste kini menjadi isu terhangat menurut saya dalam dunia blogging dewasa ini. Saya katakan kontroversi karena tentunya bagaimana etika copy paste dijalankan, ada yang mengatakan bahwa ini fine-fine saja (tidak masalah) dan ada juga yang tidak. Bahkan, sampai-sampai di luar negeri dibentuk adanya komunitas anti etika plagiat (melodanta.com). Di sini, saya ingin bercerita singkat saja. Waktu membuat tulisan di blog ini, sejenak saya berpikir untuk bagaimana cara menulis di blog tanpa berplagiat atau bisa dikatakan tidak merugikan orang lain . Sebelum saya mulai mengisi blog saya ini dengan tulisan-tulisan, saya jalan-jalan dulu ke blog lain untuk cari informasi soal plagiat dalam nge-blog. Saya tidak ingin ketika blogging, saya tanpa sengaja melakukan copy paste ilegal. Bisa-bisa belum apa-apa sudah dikecam dulu oleh orang-orang se-dunia blogging. Sebenarnya kalau bicara etika khususnya menulis di blogging, kita semua sepakat bahwa artikel-artikel yang ada di blog manapun (termasuk blog saya) bebas dibaca oleh siapa saja. Tidak ada larangan untuk membaca artikel di setiap blog. Terkadang yang justru kurang mengenakkan apabila kita melihat ada beberapa artikel yang pernah kita baca di suatu blog tertentu terus kemudian ada yang kesamaan artikel(terutama isinya) ketika berkunjung di blog lain yang tidak menyebutkan nama sumbernya darimana. Hal ini bagi saya tentunya sangat miris sekali melihat kenyataan itu. Menurut saya, plagiat dalam dunia blogging setidaknya bisa dibedakan menjadi 2 jenis yakni plagiat yang disengaja dan plagiat yang tidak disengaja. Plagiat jenis pertama tentunya jelas dipahami sebagai tindakan yang disengaja. Disengaja dalam arti meniru/menjiplak tanpa mempertimbangkan aspek reward dan orisinalitas penulisan (tanpa menyebut sumbernya). Hal ini sangat disayangkan sebab saya melihat sebenarnya setidak-tidaknya kalau ingin mengambil suatu referensi di suatu blog hendaknya dicantumkan nama sumbernya dan darimana. Bagi saya, yang perlu ditekankan di sini adalah bagaimana tanggung jawab penulis artikel itu sendiri. Bagaimana tidak, sebagai blogger yang wajib membuat artikel, bukan sekedar menuliskan dan merangkai kata, setiap artikel yang dibuat penulis harus dipertanggungjawabkan. Rasa tanggungjawab ini seharusnya sudah muncul sejak ada ide keinginan untuk menulis. Jika ada yang minta pertanggungjawaban atas artikel maka penulislah yang pasti ditanya terlebih dulu. Akan sangat membingungkan jika terdapat 2 artikel yang sama persis (tanpa pengurangan 1 patah katapun) tapi tidak ada yang menyebutkan sumber. Sementara itu, jenis aktivitas plagiat yang tidak disengaja ada beberapa tipologinya yakni : Pertama, blogger yang tidak tahu bahwa dirinya melakukan plagiat karena dia memang tidak melakukan hal tersebut. Hal ini mungkin saja terjadi. Sebagai contoh, blogger A memiliki pemikiran atau pendapat yang sama dengan blogger B dan tanpa sengaja pula menuliskannya dalam kalimat yang sama persis dengan blogger B. Karena blogger B lebih dulu menuliskan kalimat tersebut dalam salah satu postingannya, maka yang dituduh menjadi plagiat adalah blogger A. Sebaliknya andaikata blogger A lebih dulu menuangkan lebih dulu kalimat tersebut dalam postingannya, maka yang dituduh menjadi plagiat adalah blogger B. Menghadapi hal seperti ini, yang diperlukan adalah sikap saling pengertian. Berdasarkan contoh di atas, karena blogger B yang lebih dulu menuliskan kalimat tersebut, sebaiknya blogger A merubah kalimatnya sehingga tetap bermakna sama tapi dengan kalimat yang berbeda. Kedua, blogger yang tidak tahu bahwa dirinya melakukan plagiatisme karena dia memang tidah tahu soal plagiatisme dan sejenisnya. Untuk yang satu ini, blogger tersebut bersalah juga, kenapa tidak cari tahu sebelumnya. Akan tetapi kesalahan ini tidak bisa dilimpahkan sepenuhmya kepada blogger tersebut. Ketidaktahuan blogger tersebut menjadi tanda bahwa seruan anti plagiat masih belum merakyat di dunia blogging. Terwujudnya aktivitas blogging yang ‘bersih’ akan tercapai jika semua lapisan di dunia maya ini berperan serta.
Dalam perspektif intelektualitas, membuat artikel di blog adalah kegiatan jurnalistik. Memang secara de facto, ilmu memang tidak boleh diklaim sembarangan. Sama seperti halnya sayapun sebenarnya tidak bisa mengklaim artikel-artikel di blog saya. Menuduh seorang blogger melakukan plagiat memang sebaiknya tidak sembarangan. Jika kita menemui hal tersebut, kita konfirmasi dulu ke blogger yang bersangkutan. Kalau blogger tersebut mau diingatkan ya syukur, tapi kalau tidak peduli dan tidak tahu-menahu soal itu, setidaknya blogger tersebut sudah diingatkan. Ketidakpedulian tersebut bisa juga diartikan bahwa blogger tersebut dengan sengaja melakukan plagiat. Namun di sisi lain, membuat tulisan untuk isi blog adalah aktivitas beresiko sekali yang terkadang membuat kita, para blogger melakukan plagiat tanpa kita sadari.
Berkaca dari itulah, tentunya bagi blogger yang menuliskan artikelnya dengan usaha sendiri (bukan copy paste tanpa sumber) pasti mempunyai kepuasan tersendiri. Adalah suatu kebanggaan bagi diri sendiri. Berbeda dengan yang copy paste, pastinya kebanggaan yang diperoleh hanya berasal dari keuntungan semata copy paste. Melihat itu semua, dalam dunia maya dikenal dengan istilah blogosphere, istilah tersebut bisa dianalogikan seperti kehidupan kita sehari-hari, hanya berbeda dimensi. Di dunia nyata dikenal dengan adanya tata krama dan sopan santun. Begitu juga di blogosphere. Sudah saatnya hati nurani kita yang mengatur. Di sini diperlukan adanya kesadaran diri yang ditanamkan, bahwa artikel yang dibuat harusnya artikel yang bisa dipertanggungjawabkan. Untuk ke depannya, kita tentunya berharap teman-teman blogger mau saling mengingatkan mengenai salah satu persoalan yang saya kira cukup mendasar ini agar di kemudian hari tidak ada lagi yang namanya plagiat di blog sehingga sesuai dengan nurani dan moralitas kita seperti di dunia nyata. Semoga ini menjadi pelajaran berarti terutama buat semua elemen bangsa bahwa lebih baik kita berinovasi dan mengembangkan kreatifitas untuk memajukan diri sendiri dan bangsa ini.
plagiat Hasil pemikiran adalah hasil yang dicapai dan diusahakan oleh seseorang atau lebih dengan kerja keras baik berupa abstraksi dan atau bisa diwujudkan/didayagunakan secara implementatif untuk mengeluarkan suatu gagasan atau ide kepada khalayak (sifatnya publikatif). Sebuah konsep dibangun, direncanakan, dibuat, disusun, dikronologikan dan dihasilkan agar konsklusi dari konsep itu bisa menjadi suatu karya cipta atau gagasan yang nantinya bisa dimanfaatkan penggunaanya secara sadar, manusiawi, dan dapat dipertanggungjawabkan. Proses dari suatu perumusan konsep inilah akan menjadi hasil pemikiran/ciptaan yang memberikan makna dan pemahaman tentang sesuatu sehingga dalam kerangka dialektis, tujuannya adalah menciptakan ide, membuat pertimbangan serta keputusan dalam hal suatu masalah dan terakhir, membuat refleksi dan metakognitif terhadap proses dan hasil yang dialami dan dicapai selama ini.
Sebuah karya hasil ciptaan manusia tentunya membutuhkan waktu, pemikiran, biaya, tenaga, dan kerja keras agar hasilnya bisa dihargai dan atau dipergunakan baik untuk kepentingan pribadinya ataupun untuk masyarakat (juga tak terkecuali untuk kepentingan tertentu). Seseorang berhak utk mengaplikasikan hasil karyanya yang dalam hal ini bisa kita sebut dengan hak cipta. Dasar fundamental hak ini adalah privatisasi dari pemegang/pencipta yang menghasilkan ciptaannya itu. Privatisasi dalam arti bahwa hak itu senantiasa melekat secara lahiriah pada diri si pencipta tentang apakah hasil dari kreativitas hak itu akan dipergunakan untuk kepentingan apa nantinya (tergantung manfaat/nilai ekonominya). Hak cipta ini juga merupakan obyek dari salah satu hak kekayaan intelektual yang diakui dan harus dilindungi. Hal ini tercermin secara eksplisit dalam Pasal 27 (2) Universal Declaration of Human Right Tahun 1948 yang ketentuannya adalah “Setiap orang memiliki hak untuk mendapat perlindungan (untuk kepentingan moral dan materi) yang diperoleh dari ciptaan ilmiah, kesusastraan atau artistik dalam hal dia sebagai pencipta”. Sejalan dengan itu, di Indonesia telah diatur secara jelas mengenai legitimasi hak cipta melalui UU No. 19 Tahun 2002. Di situ dijelaskan tentang definisi hak cipta:”hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (Pasal 1 butir 1). Melihat pelbagai aturan diatas, masalah perlindungan hak cipta ini tentunya yang patut dikritisi menurut saya selama ini bukan terletak pada ada atau tidaknya pelanggaran atas hak cipta tapi yang cukup mendasar adalah bagaimana perspektif penggunaan hak cipta atas nama intelektualitas itu dapat bermanfaat serta tidak merugikan baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Di sini meretas ada suatu kontroversi tentang timbulnya satu kata dalam realitas intelektual kita: Plagiatis atau plagiatis-me (budaya plagiat). Benarkah tindakan ini dapat dibenarkan atas nama intelektualitas?atau mungkin atas nama sosial/ekonomi/hukum?? Entahlah.
Berbicara tentang plagiat tentunya terlebih dahulu kita harus mengenal definisinya. Menurut Hoetomo (KBBI,2005), definisi plagiat adalah “mengambil atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya orang lain dan disiarkan (dipublikasikan) sebagai karangan atau pendapat dan sebagainya sendiri”. Dalam perspektif hukum positif kita, plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri/mengekspoitasi hasil karya orang lain tanpa seijin dari si pembuat ciptaannya itu. Plagiat dalam literatur/dunia pendidikan terjadi ketika seseorang mengaku atau memberi kesan bahwa ia adalah penulis asli suatu naskah yang ditulis orang lain, atau mengambil mentah-mentah dari tulisan atau karya orang lain atau karya sendiri (swaplagiatisme) secara keseluruhan atau sebagian, tanpa memberi sumber (Wikipedia.org). Lain pada itu dalam dunia seni, plagiat dapat dikatakan sebagai tindakan tercela dalam wilayah pengetahuan seni dan sastra. Ajib Rosidi dalam Kompas 26 Agustus 2006, mengatakan bahwa setidak-tidaknya arti dari plagiat adalah pengumuman sebuah karya pengetahuan atau seni oleh ilmuwan atau seniman ke publik atas seluruh atau sebagian besar besar karya orang lain, tanpa menyebutkan nama sang pengarang yang diambil karyanya. Sikap tindakan ini agar publik mengakui bahwa karya yang diambil sebagian atau seluruh karya orang lain itu sebagai karyanya. Dari berbagai definisi tersebut, kiranya bisa disimpulkan bahwa tindakan plagiat oleh plagiator adalah kegiatan atau tindakan mengambil, meniru, menjiplak serta mempublikasikan hasil ciptaan/karya orang lain (ilmuwan, pekerja seni, penulis dan sebagainya) tanpa adanya ijin dari berkepentingan demi tujuan-tujuan praktis yang ingin dicapai sehingga ini menimbulkan akibat baik berupa sanksi hukum (karena dianggap tindak pidana) maupun sanksi sosial (karena dianggap merusak intelektualitas serta moral di masyarakat). Banyak sekali kasus-kasus plagiat dewasa ini yang terjadi di Indonesia seperti kasus band D’Masiv karena dianggap menjiplak lagu orang lain (dalam seni musik), kasus negara Malasyia mencomot sebagian budaya nasional kita (batik misalnya), kasus seorang Guru Besar Unpad Bandung (dalam dunia pendidikan) dan masih banyak lagi kasus-kasus lainnya yang kiranya perlu manjadi renungan bersama buat bangsa ini ke depannya.
Dewasa ini seiring dengan kemajuan teknologi informasi di dunia cyber yang terus berkembang, kita tidak bisa memungkiri bahwa ternyata peran dan pengaruhnya telah memberikan saham yang besar buat dunia. Tak terkecuali di Indonesia, situs-situs seperti facebook, blogger, wordpress, twitter dan lain-lain telah menjadi media yang artikulatif bagi para penggunanya untuk memanfaatkan teknologi itu entah untuk keperluan menulis, berkomunikasi atau untuk keperluan yang lainnya. Hal inilah disadari atau tidak, saya melihat virus plagiat juga merasuk lewat media-media ini. Terkait dengan itulah, saya akan mencoba membatasi dengan menganalisa bagaimana prakteknya di dunia blogging (karena saya juga sebagai blogger pemula ^_^ ).
Istilah copy paste kini menjadi isu terhangat menurut saya dalam dunia blogging dewasa ini. Saya katakan kontroversi karena tentunya bagaimana etika copy paste dijalankan, ada yang mengatakan bahwa ini fine-fine saja (tidak masalah) dan ada juga yang tidak. Bahkan, sampai-sampai di luar negeri dibentuk adanya komunitas anti etika plagiat (melodanta.com). Di sini, saya ingin bercerita singkat saja. Waktu membuat tulisan di blog ini, sejenak saya berpikir untuk bagaimana cara menulis di blog tanpa berplagiat atau bisa dikatakan tidak merugikan orang lain . Sebelum saya mulai mengisi blog saya ini dengan tulisan-tulisan, saya jalan-jalan dulu ke blog lain untuk cari informasi soal plagiat dalam nge-blog. Saya tidak ingin ketika blogging, saya tanpa sengaja melakukan copy paste ilegal. Bisa-bisa belum apa-apa sudah dikecam dulu oleh orang-orang se-dunia blogging. Sebenarnya kalau bicara etika khususnya menulis di blogging, kita semua sepakat bahwa artikel-artikel yang ada di blog manapun (termasuk blog saya) bebas dibaca oleh siapa saja. Tidak ada larangan untuk membaca artikel di setiap blog. Terkadang yang justru kurang mengenakkan apabila kita melihat ada beberapa artikel yang pernah kita baca di suatu blog tertentu terus kemudian ada yang kesamaan artikel(terutama isinya) ketika berkunjung di blog lain yang tidak menyebutkan nama sumbernya darimana. Hal ini bagi saya tentunya sangat miris sekali melihat kenyataan itu. Menurut saya, plagiat dalam dunia blogging setidaknya bisa dibedakan menjadi 2 jenis yakni plagiat yang disengaja dan plagiat yang tidak disengaja. Plagiat jenis pertama tentunya jelas dipahami sebagai tindakan yang disengaja. Disengaja dalam arti meniru/menjiplak tanpa mempertimbangkan aspek reward dan orisinalitas penulisan (tanpa menyebut sumbernya). Hal ini sangat disayangkan sebab saya melihat sebenarnya setidak-tidaknya kalau ingin mengambil suatu referensi di suatu blog hendaknya dicantumkan nama sumbernya dan darimana. Bagi saya, yang perlu ditekankan di sini adalah bagaimana tanggung jawab penulis artikel itu sendiri. Bagaimana tidak, sebagai blogger yang wajib membuat artikel, bukan sekedar menuliskan dan merangkai kata, setiap artikel yang dibuat penulis harus dipertanggungjawabkan. Rasa tanggungjawab ini seharusnya sudah muncul sejak ada ide keinginan untuk menulis. Jika ada yang minta pertanggungjawaban atas artikel maka penulislah yang pasti ditanya terlebih dulu. Akan sangat membingungkan jika terdapat 2 artikel yang sama persis (tanpa pengurangan 1 patah katapun) tapi tidak ada yang menyebutkan sumber. Sementara itu, jenis aktivitas plagiat yang tidak disengaja ada beberapa tipologinya yakni : Pertama, blogger yang tidak tahu bahwa dirinya melakukan plagiat karena dia memang tidak melakukan hal tersebut. Hal ini mungkin saja terjadi. Sebagai contoh, blogger A memiliki pemikiran atau pendapat yang sama dengan blogger B dan tanpa sengaja pula menuliskannya dalam kalimat yang sama persis dengan blogger B. Karena blogger B lebih dulu menuliskan kalimat tersebut dalam salah satu postingannya, maka yang dituduh menjadi plagiat adalah blogger A. Sebaliknya andaikata blogger A lebih dulu menuangkan lebih dulu kalimat tersebut dalam postingannya, maka yang dituduh menjadi plagiat adalah blogger B. Menghadapi hal seperti ini, yang diperlukan adalah sikap saling pengertian. Berdasarkan contoh di atas, karena blogger B yang lebih dulu menuliskan kalimat tersebut, sebaiknya blogger A merubah kalimatnya sehingga tetap bermakna sama tapi dengan kalimat yang berbeda. Kedua, blogger yang tidak tahu bahwa dirinya melakukan plagiatisme karena dia memang tidah tahu soal plagiatisme dan sejenisnya. Untuk yang satu ini, blogger tersebut bersalah juga, kenapa tidak cari tahu sebelumnya. Akan tetapi kesalahan ini tidak bisa dilimpahkan sepenuhmya kepada blogger tersebut. Ketidaktahuan blogger tersebut menjadi tanda bahwa seruan anti plagiat masih belum merakyat di dunia blogging. Terwujudnya aktivitas blogging yang ‘bersih’ akan tercapai jika semua lapisan di dunia maya ini berperan serta.
Dalam perspektif intelektualitas, membuat artikel di blog adalah kegiatan jurnalistik. Memang secara de facto, ilmu memang tidak boleh diklaim sembarangan. Sama seperti halnya sayapun sebenarnya tidak bisa mengklaim artikel-artikel di blog saya. Menuduh seorang blogger melakukan plagiat memang sebaiknya tidak sembarangan. Jika kita menemui hal tersebut, kita konfirmasi dulu ke blogger yang bersangkutan. Kalau blogger tersebut mau diingatkan ya syukur, tapi kalau tidak peduli dan tidak tahu-menahu soal itu, setidaknya blogger tersebut sudah diingatkan. Ketidakpedulian tersebut bisa juga diartikan bahwa blogger tersebut dengan sengaja melakukan plagiat. Namun di sisi lain, membuat tulisan untuk isi blog adalah aktivitas beresiko sekali yang terkadang membuat kita, para blogger melakukan plagiat tanpa kita sadari.
Berkaca dari itulah, tentunya bagi blogger yang menuliskan artikelnya dengan usaha sendiri (bukan copy paste tanpa sumber) pasti mempunyai kepuasan tersendiri. Adalah suatu kebanggaan bagi diri sendiri. Berbeda dengan yang copy paste, pastinya kebanggaan yang diperoleh hanya berasal dari keuntungan semata copy paste. Melihat itu semua, dalam dunia maya dikenal dengan istilah blogosphere, istilah tersebut bisa dianalogikan seperti kehidupan kita sehari-hari, hanya berbeda dimensi. Di dunia nyata dikenal dengan adanya tata krama dan sopan santun. Begitu juga di blogosphere. Sudah saatnya hati nurani kita yang mengatur. Di sini diperlukan adanya kesadaran diri yang ditanamkan, bahwa artikel yang dibuat harusnya artikel yang bisa dipertanggungjawabkan. Untuk ke depannya, kita tentunya berharap teman-teman blogger mau saling mengingatkan mengenai salah satu persoalan yang saya kira cukup mendasar ini agar di kemudian hari tidak ada lagi yang namanya plagiat di blog sehingga sesuai dengan nurani dan moralitas kita seperti di dunia nyata. Semoga ini menjadi pelajaran berarti terutama buat semua elemen bangsa bahwa lebih baik kita berinovasi dan mengembangkan kreatifitas untuk memajukan diri sendiri dan bangsa ini.
0 komentar:
Posting Komentar
komentari boz